Kamis, 02 Mei 2013

SISTEM MANAJEMEN STRATEGIK BERBASIS BALANCED SCORECARD

PENDAHULUAN
Dalam Bab 1 Balanced Scorecard: Konsep, Evolusi Perkembangan, dan Keunggulannya telah diuraikan konsep, evolusi perkembangan, dan keunggulan Balanced Scorecard sebagai contemporary management tool untuk pelipatgandaan kinerja keuangan perusahaan. Dalam bab tersebut telah pula diuraikan secara ringkas posisi strategik Balanced Scorecard dalam sistem manajemen strategik dan state-of-the art Balanced Scorecard sebagai basis sistem terpadu pengelolaan kinerja personel.
Dalam bab ini dibahas lebih mendalam tahap evolusi perkembangan Balanced Scorecard dalam meningkatkan kualitas perencanaan yang bersifat strategik. Pertama kali diuraikan latar belakang mengapa di masa lalu personel memiliki kecenderungan untuk menempuh langkah-langkah kecil dalam running the business[1].Kemudian diuraikan sistem manajemen strategik (strategic management system) yang menjanjikan dihasilkannya langkah-langkah strategik untuk melipatgandakan kekayaan perusahaan. Sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard (Balanced Scorecard based strategic management system) merupakan inti pembahasan dalam bab ini.

LATAR BELAKANG
“I believe we have made a major mistake in our advocacy of the idea of continuous improvement. Let me explain what I mean.

“Continuous improvement is exactly the right idea if you are the world leader in everything you do. It is terrible idea if you are lagging in the world leadership benchmark. It is probably a disastrous idea if you are far behind the world standard.... we need rapid, quantum-leap improvement. ” (Paul O’Neill, Chairman ALCOA)

Perusahaan pada hakikatnya merupakan wealth-creating institution.Dalam lingkungan bisnis kompetitif, perusahaan tidak hanya diharapkan sebagai wealth-creating institution, namun jauh lebih dari itu; perusahaan diharapkan sebagai wealth-multiplying institution.Pelipatgandaan kekayaan memerlukan langkah-langkah besar dan cemerlang. Kemampuan personel perusahaan dalam merumuskan langkah-langkah besar dan cemerlang ditentukan oleh: (1) kompetensi manajerial para manajer dalam mengubah intangible assets menjadi tangible assets, dan (2) sistem manajemen. Human capital, information capital, dan organization capital merupakan intangible assets yang menjadi pemacu kinerja keuangan perusahaan modern.Kompetensi manajer dalam mengubah intangible assets tersebut menjadi value bagi customer merupakan pemacu dihasilkannya kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan.Seringkali yang terjadi adalah kompetensi manajer dalam mengelola intangible assets tersebut terhambat oleh sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan. Jika sistem manajemen tidak mengarahkan manajer untuk mengubah intangible assets menjadi tangible assets melalui langkah-langkah besar dan cemerlang (dalam pernyataan Paul O’Neill di atas disebut rapid, quantum-leap improvement), tujuan untuk melipatgandakan kekayaan perusahaan tidak akan terwujud.
Visi perusahaan seringkali tidak terwujud karena adanya kecenderungan personel perusahaan berfokus ke perspektif jangka pendek.Kecenderungan tersebut umumnya timbul sebagai akibat sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan tidak mengarahkan personel untuk merumuskan langkah-langkah cemerlang dan besar, namun hanya langkah-langkah kecil dan berjangka pendek. Sistem manajemen yang menimbulkan kecenderungan personel perusahaan tersebut adalah:
1. Sistem perencanaan yang hanya mengandalkan pada anggaran tahunan.
2. Perencanaan laba jangka panjang yang tidak bersistem.
3. Sistem perencanaan menyeluruh (total business planning) yang tidak koheren.

Sistem perencanaan yang hanya mengandalkan pada anggaran tahunan.Banyak perusahaan Indonesia yang hanya mengandalkan anggaran tahunan dalam menuju ke masa depan. Siklus perencanaan dan pengimplementasian rencana hanya terdiri dari tiga tahap: (1) penyusunan anggaran, (2) pengimplementasian anggaran, dan (3) pengendalian pelaksanaan anggaran. Pada tahap penyusunan anggaran disusun rencana kerja untuk jangka waktu satu tahun ke depan beserta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan rencana kerja tersebut. Tahap berikutnya adalah mengimplementasikan rencana kerja tersebut dengan anggaran yang telah ditetapkan.Tahap terakhir adalah pengendalian pelaksanaan anggaran melalui umpan balik (feedback) dari pelaksanaan tersebut.
Sistem perencanaan yang hanya mengandalkan pada anggaran tahunan dalam membawa perusahaan menuju ke masa depan akan menghasilkan langkah-langkah kecil yang berdimensi waktu satu tahun atau kurang. Jika dalam anggaran dicantumkan perubahan, maka perubahan yang dipilih biasanya hanya berupa incremental changes—perubahan kecil terhadap apa yang telah dilaksanakan selama ini. Berbagai peluang yang terbuka di masa depan, yang memerlukan usaha beberapa tahun ke depan biasanya tidak digarap. Begitu juga, karena jangka waktu tahunan yang dicakup oleh anggaran, masalah-masalah besar yang memerlukan pemecahan dalam jangka panjang, biasanya didekati dengan penyelesaian tambal sulam. Secara singkat, sistem anggaran sebagai satu-satunya alat perencanaan mengakibatkan personel berpandangan jangka pendek (myopic) dalam menuju ke masa depan.
Untuk memberikan gambaran kondisi perusahaan yang hanya memiliki sistem anggaran dalam perencanaannya, berikut ini disajikan sebuah cerita tentang batalion tentara yang diperintahkan untuk membersihkan semak-semak sebuah hutan yang lebat.

Batalion tentara yang ditugasi untuk membersihkan semak-semak hutan terdiri dari tentara profesional dan berdedikasi terhadap tugasnya.Mereka membuat perencanaan matang untuk melaksanakan tugas tersebut dan melaksanakan rencana tersebut dengan kompetensi tinggi.Menjelang akhir tugas, komandan batalion tersebut memanjat salah satu pohon. Sesampai di puncak pohon, komandan tersebut berteriak ke anak buahnya: “kita membersihkan hutan yang salah!”

Apa yang dapat kita petik dari cerita tersebut adalah pentingnya manajemen perusahaan untuk memiliki kemampuan melihat jauh ke masa depan dalam membangun masa depan perusahaan. Sistem perencanaan yang hanya mengandalkan pada anggaran tidak memadai untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam lingkungan bisnis kompetitif dan kompleks sekarang ini. Hal-hal strategik seperti perumusan misi, visi, dan strategi perusahaan tidak akan dapat dijangkau jika perusahaan hanya menggunakan anggaran dalam sistem perencanaannya. Meskipun personel perusahaan mampu menyusun anggaran secara profesional dan mengimplementasikan anggaran tersebut dengan kompetensi tinggi, namun perusahaan akan menghadapi ancaman terhadap kelangsungan hidupnya, karena misinya tidak lagi fit dengan lingkungan bisnis yang dimasukinya. Kesalahan misi perusahaan dapat mengakibatkan perusahaan memasuki lingkungan bisnis yang salah, sama dengan yang dialami oleh batalion tentara dalam cerita di atas.

Perencanaan laba jangka panjang yang tidak bersistem.Dalam manajemen tradisional, perencanaan laba jangka panjang disusun tidak bersistem.Misi, visi, dan tujuan ditetapkan oleh manajemen puncak secara ad hoc.Strategi juga dipilih oleh manajemen puncak untuk mewujudkan visi dan tujuan perusahaan.Berdasarkan misi, visi, dan tujuan tersebut, staf ahli manajemen puncak kemudian menerjemahkan strategi ke dalam program dan rencana laba jangka pendek.Misi, visi, tujuan, strategi, program, dan rencana laba jangka pendek tersebut kemudian dikomandokan kepada manajemen menengah dan bawah untuk dilaksanakan.Dalam perencanaan laba jangka panjang ini, perumusan misi, visi, tujuan, strategi dan program sedikit sekali melibatkan manajemen menengah dan bawah, apalagi karyawan.Perencanaan laba jangka panjang sangat ditentukan oleh manajemen puncak, bahkan kadang-kadang sangat ditentukan oleh individu direktur utama.Perusahaan tidak memiliki sistem yang digunakan untuk merumuskan strategi, sistem perencanaan strategik, dan sistem penyusunan program.Keikutsertaan manajemen bawah dan karyawan dalam perencanaan laba jangka panjang sangat rendah.Sebagai akibatnya, komitmen manajemen bawah dan karyawan terhadap pengimplementasian rencana laba jangka panjang juga rendah.Bahkan seringkali kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh manajemen bawah dan karyawan tidak berkaitan dengan rencana laba jangka panjang, apalagi dengan visi, tujuan, dan strategi.
Di samping perencanaan laba jangka panjang yang dilaksanakan secara ad hoc tidak menghasilkan komitmen seluruh personel perusahaan dalam mewujudkan rencana, perencanaan laba jangka panjang tersebut tidak cocok untuk menghadapi lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen.Lingkungan bisnis tersebut menuntut perusahaan untuk mengamati secara berkelanjutan trend perubahan lingkungan makro dan lingkungan industri dan merespon dengan cepat dan tepat setiap perubahan signifikan trend perubahan yang diidentifikasi.Hanya dengan perencanaan laba jangka panjang yang bersistem tuntutan lingkungan tersebut dapat dipenuhi.

Total business planning yang tidak koheren.Perusahaan seringkali telah melaksanakan total business planning yang terdiri dari tiga tahap: (1) perumusan strategi, (2) perencanaan strategik, dan (3) penyusunan anggaran (rencana laba jangka pendek). Namun di antara ketiga tahap proses total business planning tersebut terdapat ketidakkoherenan satu dengan lainnya. Perumusan strategi menghasilkan misi, visi, tujuan (goals), keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi untuk mewujudkan visi perusahaan.Perencanaan strategik menghasilkan rencana laba jangka panjang namun karena hanya berfokus ke perspektif keuangan, rencana yang dihasilkan tidak koheren dengan visi perusahaan.Rencana laba jangka panjang yang telah disusun tersebut kemudian hanya disimpan dalam arsip, tidak dipakai sebagai acuan untuk penyusunan anggaran.Sebagai akibatnya, kegiatan operasional yang didasarkan pada anggaran tidak merupakan perwujudan langkah-langkah strategik yang tercantum dalam rencana laba jangka panjang.Terdapat mata rantai yang hilang, yang seharusnya menghubungkan antara perumusan strategi dengan anggaran, sehingga sebagai akibatnya visi perusahaan tidak dapat diterjemahkan ke dalam langkah-langkah operasional untuk mewujudkannya.

KEKUATAN SESUNGGUHNYA BALANCED SCORECARD
Di Bab 1 Balanced Scorecard: Konsep, Sejarah, dan Keunggulannya telah disebutkan bahwa kekuatan sesungguhnya Balanced Scorecard tidak terletak pada pemanfaatan Balanced Scorecard sebagai sistem pengukur kinerja eksekutif yang telah disempurnakan (improved measurement system), namun pada pemanfaatan Balanced Scorecard sebagai inti sistem manajemen strategik. Pada tahun 2001, dua pencipta Balanced Scorecard: Robert S. Kaplan dan David P. Norton membuat pernyataan berikut ini:

“But we learned that adopting companies used the Balanced Scorecard to solve a much more important problem than how to measure performance in the information era. That problem, of which we were frankly unaware when first proposing the Balanced Scorecard, was how to implement new strategies.”1

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa pada waktu kedua pencipta Balanced Scorecard tersebut pertama kali menawarkan ide Balanced Scorecard, mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya Balanced Scorecard dapat digunakan untuk menyelesaikan banyak masalah, tidak hanya terbatas pada masalah pengukuran kinerja eksekutif.Dalam perkembangan pengimplementasiannya, Balanced Scorecard dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk memecahkan masalah pengimplementasian strategi.Dalam sistem manajemen strategik, strategi dirumuskan dalam suatu sistem yang disebut sistem perumusan strategi.Keluaran yang dihasilkan oleh sistem perumusan strategi adalah misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi.Melalui sistem perencanaan strategik, misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, dan nilai dasar, dan strategi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sasaran dan inisiatif strategik. Balanced Scorecard diterapkan dalam sistem perencanaan strategik untuk menerjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam sasaran dan inisiatif strategik yang memiliki empat atribut: komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Dari keempat atribut sasaran dan inisiatif strategik inilah Balanced Scorecard menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan berkesinambungan.


[1] Kata run the business sengaja saya gunakan untuk menggantikan frasa “menjalankan bisnis” yang biasa kita pakai dalam bahasa Indonesia. Oleh karena run (lari) dengan jalan (walk) sangat berbeda kecepatannya, maka hasilnya dalam pengelolaan bisnis akan sangat berbeda, karena pada hakikatnya kita berpikir dengan bahasa. Dalam mengelola perusahaan, kita harus berpikir bahwa kita sedang running the business, bukan menjalankan bisnis, agar dalam membawa perusahaan ke masa depan, kita lebih cepat daripada persaingan.